Demokrasi dalam Pandangan Bung Hatta


Drs. H. Mohammad Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukit Tinggi. Pria yang biasa disapa Bung Hatta ini merupakan pejuang kemerdekaan Indonesia yang sering disamakan dengan Ir. Soekarno. Bung Hatta tidak hanya dikenal sebagai pejuang kemerdekaan tetapi juga dikenal sebagai organisator, aktivis partai, politikus, propagandis, pelopor kerjasama dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia.

Selain itu, Bung Hatta dikenal sebagai peletak landasan utama negara demokrasi konstitusional, baik dari segi praktik nilai maupun praktik kelembagaan. Sejak menjadi mahasiswa Belanda dan presiden Perhimpunan Indonesia Eropa.

Dalam catatan hidupnya, Bung Hatta diketahui banyak menyerap literatur Barat, khususnya aliran sosialisme dan Marxisme. Bahkan pada tahap awal perjuangan, Bung Hatta menerapkan analisis kelas Marxis untuk memahami konflik antara masyarakat Hindia Belanda dan pemerintah kolonial, sebagaimana tercermin dalam pidato pembelaannya di hadapan Pengadilan Den Haag pada bulan Maret 1928.

Terkait dengan keterikatan Bung Hatta pada unsur-unsur demokrasi Barat (yang dikritiknya), hal ini menimbulkan pertanyaan tentang pendirian Hatta yang sebenarnya terhadap demokrasi Barat, yang beberapa di antaranya ia tolak atau terima.

Sebelas tahun tinggal di Belanda dan kunjungan ke beberapa negara Eropa lainnya, terutama pembebasannya oleh Pengadilan Den Haag pada tahun 1928, menyadarkan Bung Hatta akan unsur positif demokrasi. Semuanya terlihat tampak jelas dimana Bung Hatta untuk memperkenalkan sistem pemerintahan parlementer pada bulan Oktober 1945 membuat sebagian orang menyimpulkan bahwa Bung Hatta benar-benar menolak demokrasi Barat. 

Demokrasi Menurut Bung Hatta

Pandangan Mohammad Hatta terhadap demokrasi Indonesia memang berbeda dengan prinsip demokrasi Barat yang dipelajarinya. Praktik demokrasi Bung Hatta bertumpu pada tiga sumber ideologi, yaitu ajaran Islam, prinsip kekeluargaan dan solidaritas, serta sosialisme Barat. Ide ini muncul karena ia menilai praktik demokrasi Barat belum sepenuhnya sesuai dengan Indonesia.

Karena itu, semasa kuliah di Belanda, Bung Hatta justru mengkritik apa yang dianggapnya sebagai demokrasi rasial. Kehidupan di Belanda sangat demokratis, namun Belanda sendiri tidak mau memaksakan nilai-nilai tersebut di wilayah jajahannya. Bung Hatta menerima konsep demokrasi Barat, namun sangat kritis terhadapnya.

Sebab Bung Hatta menilai demokrasi Barat tidak terlepas dari konsep individualisme liberal. Individualisme artinya setiap orang bersedia melakukan apa yang dilakukannya, namun tidak ada jaminan. Kritik Hatta terhadap hal ini adalah ketika terlalu menekankan kemauan atau individualisme, maka hanya demokrasi politik yang lahir tanpa demokrasi dan keadilan ekonomi.

Kritik tajam Bung Hatta terutama ditujukan pada asumsi individualisme yang menganggap negara hanya sekedar “penjaga malam” dan tidak peduli bagaimana proses keadilan sosial berlangsung. Inilah sebabnya mengapa konsep keadilan sosial menempati tempat yang sangat penting dalam pemikiran demokrasi Bung Hatta. Negara lebih dari sekedar penjaga malam atau penyelenggara acara. Dalam demokrasi Bung Hatta, negara harus ada tetapi tidak bisa membatasi hak masyarakat untuk berekspresi.

Oleh karena itu, ia mengkritik sistem demokrasi Barat yang mengabaikan tujuan awal demokrasi, yaitu liberte (kebebasan dan kemerdekaan), egalite (kesetaraan), dan fraternite (persaudaraan). Bagi Bonhatta, demokrasi Barat telah tercabut.

Sejak saat itu, Bung Hatta menarik narasi demokrasi dari nilai-nilai berbasis Islam inklusif yang mengedepankan kebenaran dan keadilan sosial. Selain itu, latar belakang pemikiran demokrasi Banghada adalah menyatunya nilai-nilai asli demokrasi Indonesia, yaitu kasih sayang dan solidaritas kekeluargaan, serta sosialisme kemanusiaan.

Jadi, apa demokrasi versi Bung Hatta, Kemungkinan yang paling mungkin adalah Bung Hatta merupakan penganut demokrasi Barat yang cenderung sosialis atau berkembang di Jerman, Inggris, dan negara-negara Skandinavia sejak berakhirnya sosialisme demokratis Perang Dunia Pertama.

Hata berpendapat bahwa “demokrasi Indonesia juga harus sejalan dengan perkembangan demokrasi di Indonesia yang ‘asli’. Etos kebangsaan yang berkembang sebagai reaksi terhadap imperialisme dan kapitalisme Barat juga semakin memperkuat keinginan untuk mencari landasan negara-bangsa. diri."

Gagasan sosial demokrasi dalam konteks Indonesia sangat jelas terlihat dalam pemikiran Bung Hatta. Bahkan, belakangan ia menjadi salah satu tokoh sejarah nasional yang terkait dengan konsep sosial demokrasi.


Hatta Tentang Demokrasi Indonesia

Mohammad Hatta mengatakan Indonesia tidak memiliki sistem demokrasi politik unik yang berbeda dengan negara demokrasi lain di dunia. Permasalahan atau perbedaannya adalah Barat membatasi kedaulatan rakyat hanya pada tingkat politik. Namun Bung Hatta menekankan bahwa rakyat tidak akan benar-benar berdaulat kecuali mereka juga berdaulat di bidang ekonomi. Inilah keterbatasan pemahaman Barat mengenai kedaulatan rakyat.

Terkait dengan pernyataan tersebut adalah bahwa rakyat tidak akan benar-benar berdaulat kecuali mereka juga berdaulat dalam bidang ekonomi. Disitu Bung Hatta berpendapat bagaimana rakyat bisa benar-benar berdaulat jika perekonomian dikuasai oleh sejumlah kecil pemilik modal? Inilah kritik Khatta yang paling mendasar terhadap gagasan masyarakat demokratis Barat.

Dari sudut pandang filosofis, demokrasi ekonomi yang dikemukakan oleh Bung Hatta mencakup gagasan bahwa mayoritas masyarakat mengontrol model pengambilan keputusan sosio-ekonomi. Gagasan ini menentang struktur ekonomi monopolistik yang semakin membatasi akses terhadap peluang dan sumber daya ekonomi bagi mayoritas kelas pekerja.

Sebab Bung Hatta berpendapat alasan di balik keputusan tersebut adalah hak politik penuh tidak bisa diraih tanpa hak ekonomi penuh. Selain itu, untuk menjamin tata kelola ekonomi yang demokratis dan distribusi sumber daya ekonomi yang wajar, kendali politik dan hukum harus dikembalikan kepada mayoritas rakyat.

Demikianlah pemikiran dan pendapat seorang Bung Hatta dalam melihat sistem demokrasi yang banyak dianut dunia kala masanya hingga saat ini. Dimana Bung Hatta melihat demokrasi bukan demokrasi yang dipraktikkan Dunia Barat akhir-akhir ini yang terlepas dari tujuan dahulunya. Namun walaupun begitu, Bung Hatta tidak sepenuhnya demokrasi tapi yang didukungnya ialah demokrasi sosial. 

0 Response to "Demokrasi dalam Pandangan Bung Hatta"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel