Pemikiran Feminisme Eksistensialisme seorang Simone de Beauvoir

Simone de Beauvoir hidup pada masa kejayaan filsafat eksistensial yang cukup berpengaruh di Perancis saat itu. Dia sezaman dengan beberapa pemimpin eksistensialis lainnya, termasuk Jean-Paul Sartre dan Albert Camus. Beauvoir mengabdikan masa mudanya untuk mengkaji dan mengkritisi konstruksi gender perempuan dalam epistemologi sosial masyarakat Prancis saat itu.

Tepatnya, ia dilahirkan di Prancis pada tanggal 9 Januari 1908, dari pasangan George Bertrand de Beauvoir dan Françoise Beauvoir, seorang wanita cerdas dengan ide-ide yang membebaskan. . Simone de Beauvoir adalah putra tertua dari keluarga de Beauvoir, salah satu keluarga borjuis Prancis yang kehilangan sebagian besar kekayaannya akibat Perang Dunia I. 

Meski kehilangan banyak harta, keluarga Beauvoir tetap berusaha memastikan putri mereka mendapat pendidikan di tempat bergengsi. Pada tahun 1929, Beauvoir berhasil menyelesaikan studinya dan menerima gelar dalam bidang filsafat dari Universitas Sorbonne di Perancis.

Sebagai seorang filsuf, Simone de Beauvoir banyak menulis karya bertema kebebasan perempuan. Karena itu, Beauvoir dikenal karena integritasnya dan menginspirasi generasi perempuan pada masanya untuk mencapai kesetaraan dan kebebasan.

Pasalnya, ia juga dianggap sebagai pendiri gerakan feminis modern. Kecintaan Beauvoir terhadap kebebasan dan pandangan eksistensial menjadi dasar perjuangan kesetaraan.

Simone de Beauvoir mengatakan bahwa dunia perempuan akan selalu diasosiasikan dengan dunia laki-laki sebagai bukti dominasi laki-laki terhadap perempuan. Beauvoir mencontohkan institusi perkawinan yang justru merupakan institusi yang merampas kebebasan perempuan.

Pada tahun 1949, The Second Sex setebal 1.000 halaman mengkritik budaya patriarki dan status sekunder perempuan dalam masyarakat.
Sehingga buku ini dianggap sebagai landasan gerakan feminis modern, namun mendapat kritik keras pada saat itu.

Dalam The Second Sex, ia juga melancarkan serangan eksplisit terhadap fakta bahwa sepanjang sejarah, perempuan telah terdegradasi ke ranah “imanensi” dan secara pasif menerima peran yang diberikan masyarakat kepada mereka.

Pendekatan Beauvoir menggabungkan berbagai dimensi politik dan etika. Dalam The Ethics of Ambiguity, ia mengembangkan etika eksistensial yang mengutuk "semangat serius" yang membuat orang terlalu mudah mengidentifikasikan diri dengan konsep-konsep abstrak tertentu sehingga mengorbankan kebebasan dan tanggung jawab pribadi.

Dalam The Mandarin, ia mengarang fiksi perjuangan orang-orang yang terjebak dalam hubungan sosial dan pribadi yang ambigu pada akhir Perang Dunia II. Penekanan pada kebebasan, tanggung jawab, dan ambiguitas meresapi seluruh karyanya dan mewakili tema sentral filsafat eksistensial.

Perspektif eksistensial Beauvoir

Bagi Beauvoir, manusia bukanlah sesuatu yang didefinisikan begitu saja tanpa alasan. Manusia ditentukan oleh aktivitas dan aktivitasnya. Pandangan Beauvoir sangat materialistis. Ia melihat tidak ada kemungkinan atau penjelasan yang tidak melibatkan fakta dan kenyataan.

Beauvoir setuju dengan Sartre bahwa esensi tidak pernah bisa mendahului keberadaan. Eksistensi adalah sesuatu yang ada dan terjadi dalam ruang dan waktu. Esensi sebagai makna terkandung dalam keberadaan. Tidak ada esensi yang lahir dari ketiadaan.

Pikiran Feminisme Eksistensialisme

Perbedaan pendapat yang dikemukakan Beauvoir dalam bukunya The Second Sex telah menjadi landasan pemikiran feminis. Ia percaya bahwa penting untuk membangun struktur sosial yang menghilangkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan; tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan di mana perempuan menikmati kesempatan yang sama dengan laki-laki.

Feminisme eksistensial Simone de Beauvoir merupakan penjelasan mendasar atas adanya ketidaksetaraan gender dalam masyarakat dan membuka banyak kemungkinan bagi berkembangnya pemikiran feminis.

Simone de Beauvoir percaya bahwa perempuan harus menyadari bahwa mereka adalah pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab atas kehidupan mereka sendiri ketika mengambil pilihan dan tindakan. Prinsip utama eksistensialisme feminis adalah kebebasan, yang menjadi landasan semua prinsip lainnya.

Hal ini melibatkan keyakinan bahwa perempuan harus menolak untuk secara pasif menerima peran yang telah ditetapkan sebelumnya dan malah menciptakan nasib mereka sendiri. Pada saat yang sama, Beauvoir terus-menerus menekankan bahwa perempuan harus bertanggung jawab atas keputusan mereka sendiri.

Simone de Beauvoir juga meyakini bahwa masalah ketidaksetaraan gender tidak hanya terbatas pada politik atau ekonomi. Ia menyebutkan, hal ini merupakan persoalan mendasar yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan dan kebebasan manusia.

Karya Simone de Beauvoir dengan demikian memiliki pengaruh yang menentukan pada kemunculan dan perkembangan feminisme "gelombang kedua", yang ditandai dengan tingkat refleksivitas yang lebih tinggi dan peningkatan fokus pada aspek teoretis dari "pertanyaan perempuan".

Pada tahun 1970-an, di bawah pengaruh pemikirannya, pusat penelitian “perempuan” atau “feminis” dapat ditemukan di mana-mana di universitas-universitas Barat, dengan program studi khusus termasuk biologi, fisiologi, antropologi, etnografi, filsafat, sejarah dan linguistik. .

Oleh karena itu, Simone de Beauvoir, berdasarkan perspektif filosofis eksistensial, membuka kemungkinan-kemungkinan baru untuk memahami posisi spesifik perempuan dalam masyarakat dan membantu mengatasi permasalahan tubuh perempuan di luar kerangka alam yang telah ditentukan.

Terima kasih

0 Response to "Pemikiran Feminisme Eksistensialisme seorang Simone de Beauvoir"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel