Siapa Saja 3 Filsuf Perempuan Indonesia?



Filsafat adalah penggunaan akal untuk memahami dan menelusuri sebab-sebab dan asas-asas hukum segala sesuatu yang ada di alam semesta, atau pengetahuan dan penjelajahan akan kebenaran dan makna “keberadaan” segala sesuatu.

Dalam kajiannya, filsafat mengkaji pertanyaan-pertanyaan mendasar dan universal tentang keberadaan, pengetahuan, nilai-nilai, akal, pemikiran, dan bahasa. Sedangkan secara etimologis, filsafat diartikan sebagai ilmu yang membahas secara kritis kehidupan dan pemikiran manusia.

Secara umum kajian tentang filsafat telah mengalami berbagai penyebaran dan penyebaran mengakibatkan banyak orang maupun banyak negara telah mengakui bahwa filsafat adalah induk dari ilmu pengetahuan, demikian juga kita di Indonesia yang sebenarnya telah banyak orang terpelajar yang bangkit dengan latar belakang filsafat. 

Nah, Indonesia, walaupun ruwet dalam segala bentuk dinamikanya, tentu mempunyai keunggulan dalam bidang ilmu pengetahuan, termasuk dalam bidang filsafat yang pada dasarnya selalu berkonotasi barat. Tapi tahukah Anda bahwa ada tiga tokoh perempuan Indonesia yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya filsafat di negeri ini. Berikut biografi ketiga wanita filosof dibawah ini:


1. Toeti Heraty

Toeti Heraty adalah seorang penulis, dokter, penyair, filsuf dan feminis asal Indonesia. Ia lahir di Bandon, Hindia Belanda, pada 27 November 1933, dan menghembuskan nafas terakhir di Jakarta, Indonesia, pada 13 Juni 2021, dalam usia 87 tahun.

Dalam catatan kehidupan intelektualnya, tercatat Toeti Heraty memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dari Universitas Indonesia (1955), Sarjana Psikologi dari Universitas Indonesia (1962), dan Sarjana Filsafat di bidang Ilmu Kesehatan. 1974 dari Universitas Nasional Leiden di Belanda. Pada tahun 1979, beliau lulus dari Universitas Indonesia dengan gelar PhD di bidang Filsafat.

Semasa karir akademisnya, beliau mengajar di Jurusan Psikologi Universitas Bandung Prajajalan. Toeti Heraty antara lain pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Filsafat Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Ketua Program Pascasarjana Bidang Studi Filsafat Universitas Indonesia, Rektor Institut Kesenian Jakarta, dan Direktur Biro Oktroi Roosseno. 

Dan tepat pada tahun 1994, beliau diangkat sebagai Guru Besar Terhormat di Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Toeti menjabat sebagai anggota Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1968 hingga 1971 dan sebagai ketua Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1982 hingga 1985.

Dalam bidang pemikiran dan gagasannya, Toeti Herati dikenal sebagai “satu-satunya perempuan penyair kontemporer Indonesia yang berprestasi”. Puisinya digambarkan sebagai puisi yang tidak dapat dipahami, menggabungkan "ambiguitas yang disengaja" dengan gambaran asosiatif yang tidak terduga". Namun, mungkin penggunaan sindirannya untuk menekankan rendahnya status perempuan dalam masyarakat patriarki yang membuat puisinya berbeda dari penyair lainnya.

Puisi-puisinya sering diikutsertakan di festival internasional, termasuk Festival Penyair Internasional Rotterdam (1981) dan Proyek Penulisan Internasional Universitas Iowa (1984). Puisinya tersedia dalam banyak bahasa asing, termasuk Belanda, Inggris, Jerman, Rusia, dan Prancis.

Pada tahun 1974, ia menerbitkan kumpulan puisi pertamanya berjudul Sajak-sajak 33, yang termasuk didalamnya memuat puisi berjudul Dua Wanita, Siklus, dan Geneva Bulan Juli. Kumpulan puisi keduanya, Mimpi dan Pretensi 1982. Dan yang terbaru adalah Calon Arang: Kisah Seorang Perempuan yang Menjadi Korban Patriarki. Dimana ini adalah puisi yang memberikan perspektif kritis terhadap karakter klasik Indonesia, Karon Alang.

Puisi tersebut melukiskan gambaran tiga dimensi tentang seorang wanita yang mencoba bertahan hidup di lingkungan patriarki yang menindas, namun sayangnya dia akhirnya dianggap sebagai penyihir legendaris. Oleh karena itu, jika dilihat dari seluruh puisinya, Toety Heraty diakui sebagai salah satu pemikir feminis generasi pertama yang banyak menulis gagasan penting tentang perempuan dalam karya puisinya maupun tulisan-tulisannya. 

Toety Heraty juga merupakan pendiri Jurnal Perempuan, sebuah majalah feminis yang mengangkat pertanyaan-pertanyaan penting tentang perempuan. Ia juga berkomitmen pada Suara Ibu Peduli, sebuah LSM yang memperjuangkan pemberdayaan perempuan.

2. Karlina Supelli

Karlina Rohima Supelli atau lebih dikenal dengan Karlina Supelli adalah seorang Filsuf, Akademisi, Aktivis Kemanusiaan dan Astronom wanita pertama di Indonesia. Ia lahir di Jakarta pada tanggal 15 Januari 1958. Usianya 64 tahun. Karina Supelli dikabarkan memiliki ketertarikan yang kuat pada bidang fisika, matematika dan metafisika. 

Dimana minat itu juga yang membawanya untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Astronomi, Institut Teknologi Bandung (ITB). Dan meraih sarjana 1 pada tahun 1981 dengan Skripsi berjudul, "Runtuh Gravitasi: Singularitas dan Problema Lubang Hitam".

Karina Supelli kemudian melanjutkan pendidikan dengan meraih gelar Doktor Astronomi nya di University of College London. Meskipun dengan banyaknya keberhasilannya yang diraih dalam bidang Astronomi, akan tetapi ia lebih memfokuskan diri pada Filsafat dengan mengambil gelar Doktor di bidang Filsafat di Universitas Indonesia tahun 1997. dengan desertasi berjudul “Wajah-wajah Alam Semesta, Suatu Kosmologi Empiris Konstruktif". Sebelum itu ia adalah lulusan Pascasarjana pada program bidang Filsafat di Universitas Indonesia 1992.

Karina Supelli, juga merupakan aktivis isu-isu kemanusiaan dan kesetaraan gender. Dimana pada 19 Februari 1998, ia bergabung dengan aktivis Suara Ibu Peduli. Sebuah kelompok gerakan kepedulian yang melakukan demonstrasi di Bundaran HI untuk menuntut agar adanya penurunan harga susu. Demonstrasi tersebut menyebabkan dia dan dua rekannya, Gadis Arivia dan Wilarsih, didakwa melanggar ketertiban umum dan dijerat Pasal 510 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal dan denda tiga ratus tujuh puluh lima rupee.

Selama masa akademiknya beliau aktif dalam mengajar dan rutin mengikuti beberapa forum perkuliahan yang membahas berbagai topik besar seperti:
1. Berpikir dan bertindak (masyarakat takhayul vs masyarakat ilmiah)

2. Masalah kebebasan alam semesta dan Tuhan

3. 20 tahun Reformasi: Mari kita majukan budaya nalar dan ilmu pengetahuan

4. Ancaman terhadap ilmu pengetahuan

5. Kemampuan nalar dan kemampuan nalar laki-laki dan perempuan adalah sama.

Adapun buku Karlina Supelli yang dapat ditemukan adalah “Dari Kosmologi ke Dialog: Mengenali Batasan Pengetahuan dan Melawan Fanatisme”.


3. Gadis Arivia

Gadis Arivia adalah seorang Filsuf, Aktivis dan Feminis. Gadis Arivia lahir di New Delhi, India pada tanggal 8 September 1964, 

Gadis Arivia adalah seorang Doktor filsafat Indonesia dan juga merupakan salah satu pendiri Yayasan Jurnal Perempuan bersama Toeti Heraty dan Karlina Supelli. 
Ketertarikannya pada filsafat dimulai pada tahun 1980-an saat ia masih menjadi mahasiswa Diploma III Sastra Perancis di Universitas Indonesia. 

Setelah menyelesaikan pendidikan sastra Perancis, ia sering mengunjungi perpustakaan Pusat Kebudayaan Perancis dan membaca banyak buku karya Tokoh-tokoh filsafat Perancis. Dan akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan studi Magister Filsafat di Universitas Indonesia. 

Ketertarikannya tersebut berlanjut dan membawanya menjadi murid langsung filsuf terkenal Perancis, Jacques Derrida. Hal itu terjadi ketika ia melanjutkan studinya selama dua tahun di Institut Ilmu Sosial Perancis atau School of Social Scientific Studies di Prancis. Terakhir, ia melanjutkan studi PhD di bidang filsafat di universitas di Indonesia, dengan tesis Dekonstruksi Filsafat Barat Menuju Filsafat Berperspektif Feminis.

Berkaitan dengan pergerakan dan pemikirannya terlihat pada tahun 1996, dimana ia bersama Toeti Heraty mendirikan sebuah lembaga bernama Yayasan Jurnal Wanita sebagai inisiatif penerbitan jurnal perempuan dengan tujuan untuk meningkatkan materi perkuliahan paradigma Feminis di Fakultas Filsafat Universitas Indonesia.

Puncak dari pergerakan intelektualnya yang mendapat sorotan masyarakat Indonesia ketika dalam peristiwa ia ditangkap pada Februari 1998 saat berunjuk rasa bersama puluhan ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok kampanye Suara Ibu Peduli yang angkat bicara tentang kekurangan susu bayi di Hotel Bundaran Indonesia pada Februari 1998.

Saat ini Gadis Ariviamasih bekerja sebagai dosen Kajian Feminis dan Filsafat Kontemporer di Universitas Gaza dan masih aktif menyumbangkan materi pada Women's Journal Foundation yang ia dirikan.

Adapun tulisan (buku) dan pemikiran (kuliah) Gadis Arivia bisa dibaca dan didengar melalui Kuliah tentang Inklusitas Feminis, Kuliah tentang Ekofeminisme, Kuliah tentang Postfeminisme, Kuliah tentang Poststrukturalisme dan Feminisme
Dan Adapun buku-bukunya sebagai berikut: 

1. Philosophy from a Feminist Perspective 2003
2. Feminism Doctrine: The Way of the Heart 2006
3. The Sacred and the Secular, 2009, dan Modul Panduan Media Meliput LGBT, Kesehatan
4. Hak Reproduksi Perempuan: Panduan Jurnalis Menulis Fiksi Tentang Tubuh, 2012.

Sebelum Berakhir Uraian

Demikianlah biografi dan gagasan yang dilakukan oleh para filsuf perempuan Indonesia diatas. Tentunya sebelum mengakhiri tulisan ini, sesungguhnya ingin saya katakan bahwa sebenarnya masih banyak pemikiran dan gagasan dari ketiga kontributor intelektual asal Indonesia ini. 

Namun sayangnya, ketidakmampuan sayalah yang membatasi uraian saya tentang gagasan dan pemikiran ketiga filsuf di atas. jika anda tertarik untuk mengeksplorasi ide-ide mereka, sebaiknya anda membaca buku dan ceramah mereka yang mungkin terjual dan gratis di media massa. Demikianlah pembahasan biografi singkat para filosof perempuan Indonesia kurang dan lebihnya maafkan saya.

0 Response to "Siapa Saja 3 Filsuf Perempuan Indonesia? "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel