Filsafat Cinta dalam Pandangan Para Filsuf


Ketika membahas soal cinta, tentu semua orang merasakan cinta, entah itu cinta kepada orang tua, cinta kepada pasangan, atau cinta kepada Sang Pencipta alam semesta. Cinta bisa dikatakan sebagai luapan emosi, yang terjadi ketika seseorang memiliki rasa suka terhadap apapun yang dia minati, dan itu bertahan lama di dalam hatinya.

Dapat dikatakan bahwa cinta adalah salah satu anugerah yang diberikan oleh Tuhan. Perasaan ini membuat Anda mencintai seseorang dengan tulus dan penuh kasih sayang. Bahkan orang dengan perasaan tulus ini melakukan perbuatan baik dan rela mengorbankan diri demi orang yang mereka cintai.

Lalu apa itu Filsafat Cinta

Filsafat cinta adalah sebuah konsep filsafat yang membahas tentang cinta. Cinta yang dimaksud dalam konsep ini tidak terbatas pada cinta kekasih, tetapi juga cinta anak, orang tua, anggota keluarga, teman, kerabat, dll. Filsuf mengemukakan pandangan filosofis tentang cinta tidak hanya melalui kata-kata, tetapi juga melalui puisi dan musik.

Dalam konteks filsafat, cinta adalah kualitas baik yang mewarisi semua perasaan kebaikan, simpati, dan rasa kasihan.
Namun sebelum itu, Filsafat dan cinta adalah dua hal yang dianggap bertentangan oleh masyarakat. Tanpa di sadari bahwa, konsep filsafat cinta itu sendiri telah dikemukakan oleh para filsuf dunia ribuan tahun yang lalu.


Konsep Cinta menurut Robert 
Sternberg (1949-sekarang) 

Robert adalah seorang Profesor pembangunan Manusia di Universitas Cornell.  Dan ia juga merupakan seorang psikolog dan psikometri asal Amerika

Cinta adalah bentuk emosi yang meliputi unsur ketertarikan, hasrat seksual, dan kepedulian terhadap seseorang. Menurut teori cinta segitiga Sternberg (Sternberg, 1986), unsur-unsur cinta meliputi tiga jenis, yaitu keintiman, gairah dan komitmen.

Menurut Robert J. Sternberg, teori cinta segitiganya menegaskan bahwa cinta adalah bentuk kasih sayang manusia yang paling dalam dan paling diinginkan. Orang akan melakukan apa saja demi cinta, seperti menipu, berbohong, mencuri, bahkan membunuh, mungkin lebih baik mati daripada kehilangan cinta.


Konsep Cinta menurut Paul 
Tillich (1886-1965) 

Paul Tillich adalah seorang filsuf eksistensialis Jerman Amerika. Tillich juga dianggap sebagai salah satu teolog paling berpengaruh di abad ke-20.

Salah satu karya terkenal Tillich adalah "Systematic Theology" dan "Love Power and Justice ". Mengenai masalah cinta, Tillich pernah memberikan sudut pandangnya, yaitu cinta ontologis. Dia menghubungkan konsep ontologis dalam cinta. Dengan melihat cinta sebagai kekuatan yang menggerakkan kehidupan. Cinta ibarat motor utama yang menggerakkan roda kehidupan.

Dimana kehidupan yang dibicarakan Tillich adalah kehidupan nyata, bukan kehidupan virtual. Jadi, Tillich menunjukkan bahwa ada hubungan antara konsep ontologis dan cinta. Singkatnya, menurut Tillich, tidak ada kehidupan yang "asli" tanpa cinta yang mendorongnya. Tanpa cinta, konsep hidu menjadi tidak pernah ada. 

"Ontologi Cinta" Paul Tillich juga menunjukkan bahwa cinta pada dasarnya adalah satu tetapi memiliki banyak sifat. Variasi cinta ini tidak membuat cinta berbeda dengan jenis cinta lainnya. Dalam pandangan Tillich, pertama-tama orang harus memahami cinta, dan cinta itu satu. Lalu kamu tahu Eros, Agape, Epithymia, dll, ini hanyalah ciri-ciri cinta dari sudut pandang orang.


Konsep filsafat cinta menurut
Erich Fromm (1900-1980

Erich Fromm adalah seorang filsuf, psikolog sosial, psikoanalis, sosiolog dan humanis berkebangsaan Jerman. Fromm dikenal dengan karyanya yang berjudul “The Art of Loving” atau “The Art of Loving”.

Dalam buku tersebut, Fromm mencoba mempertanyakan makna cinta melalui pertanyaan seperti “Apakah cinta itu seni?”, “Kalau begitu, apakah cinta mengandung unsur keindahan?”
Fromm juga mengatakan dalam bukunya bahwa masalah manusia saat ini adalah banyak orang yang menekankan aspek dicintai daripada mencintai.

Dicintai oleh orang lain itu bermakna, tetapi harus mencintai orang lain itu memberatkan. Inikah yang namanya cinta seni?

Fromm mengungkapkan dalam buku 
"The Art of Loving", ia menuliskan bahwa, Cinta adalah hasil yang aktif, bukan pasif; itu adalah "berdiri", bukan "jatuh cinta". Dengan cara yang paling umum, karakter positif dari cinta dapat dijelaskan dengan menyatakan bahwa cinta terutama memberi daripada menerima.

Bagi Fromm, cinta bukan tentang bagaimana seseorang jatuh cinta, tetapi bagaimana seseorang berdiri untuk menerimanya.
Dan menurut Fromm, ketika seseorang menerima cinta, orang tersebut tidak dalam keadaan "jatuh", tetapi berdiri untuk menemui cinta.

Erick Fromm mengibarkan dengan ketika seseorang merasakan cinta, orang tersebut akan berjuang didalamnya dan menikmati beragam bentuk kisah dan cinta. Dan Fromm pun mengemukakan bahwa saat dua orang merasakan cinta, maka dalam diri kedua hanyalah kesatuan, bukan suatu perpisahan. 


Filsafat Cinta menurut 
Aristoteles (384-322 SM) 

Dalam pandangannya, cinta itu sendiri adalah kebahagiaan. Kata-kata bijak Aristoteles tentang cinta sejati adalah ungkapan cinta yang tidak hanya bisa dilihat dari rasa. Aristoteles mampu menjelaskannya secara logis, retoris, hingga biologis dengan cara yang tidak pernah dibayangkan oleh manusia.

Sederhananya, Aristoteles ingin mengatakan bahwa mencintai diri sendiri adalah dasar dari cinta sejati. Kutipan terkenal Aristoteles tentang cinta sejati berarti pandai membuat diri sendiri bahagia adalah kuncinya. Jika kau bisa mengerti, dua orang yang saling mencintai akan benar-benar bersama pada akhirnya.


Filsafat Cinta menurut 
Plato

Plato adalah seorang filsuf dunia dari Yunani. Dikenal karena ide-ide briliannya. Dia bukan hanya seorang filsuf, tetapi juga seorang matematikawan.

Plato adalah salah satu filsuf yang dianggap telah memberikan kontribusi besar bagi perkembangan filsafat Yunani kuno dan filsafat Barat. Dimana nilai-nilai dan pemikiran Plato kemudian hari dikembangkan oleh Platonisme oleh para pemikir lainnya.

Cinta Platonis bukanlah konsep yang langsung disajikan oleh Plato. Namun, konsep tersebut muncul dari gagasan Plato yang tertuang dalam Simposium.

Inti dari pandangan Plato tentang cinta adalah cinta yang tidak bersifat seksual maupun romantis. Jenis cinta ini melibatkan perasaan tanpa ketertarikan, baik romantis maupun seksual.

Dalam tulisan lain, Plato berpendapat bahwa orang terbaik adalah mereka yang memiliki cinta di hati mereka.Plato juga menyebutkan bahwa orang terbaik adalah mereka yang mencintai kebijaksanaan atau filsafat.

Selain itu, Platon juga percaya bahwa cintalah yang mendorong orang-orang terbaik untuk mencari yang terbaik bagi diri mereka sendiri, yaitu kebijaksanaan. Intinya, bagi Plato, cinta selalu menemukan yang terbaik untuknya.


Filsafat cinta menurut 
Socrates (399 SM- tidak diketahui) 

Cinta, kata Socrates, adalah cara manusia menghindari kematian. Penjelasan Socrates tentang cinta yang disebutkan di atas terkait erat dengan reproduksi fisik setelah kombinasi cinta.

Dalam pandangan Socrates, sisa cinta dapat dilihat dalam kisahnya dengan muridnya Plato. Pada satu titik, Plato mempertanyakan arti cinta. Akhirnya, Plato mengadukan masalahnya kepada gurunya Socrates. Suatu kali dia bertemu dengan gurunya. Mendengar pertanyaan Plato, Socrates langsung memberi perintah.

Socrates: "Pergilah ke lapangan dan petik batang terbaik dan terbesar, tapi ingat satu hal, kamu hanya bisa pergi ke satu arah. Sekali kamu lulus kamu tidak akan pernah bisa kembali, hanya satu kesempatanmu"

Plato melaksanakan perintah itu, tetapi dia kembali dengan tangan kosong, tanpa sedotan yang diminta.

Socrates: "Mengapa kamu kembali dengan tangan kosong, di mana makanannya?"

Plato menjawab, "Saya melihat beberapa gandum besar dan halus saat saya berjalan melintasi ladang, tetapi saya pikir saya akan menemukan yang lebih baik, jadi saya melewatkannya dan mencari yang lain yang lebih baik. Tetapi ternyata saya tidak menemukan Bi" "Pertama kali saya bertemu, saya tidak membawa makanan pada akhirnya.

Artinya, cinta menurut Socrates terus menerus mencari dan mendambakan yang terbaik dan sempurna namun pada dasarnya terbaik dan sempurna itu tidak ada. Sebab manusia itu mencari dan mengejar cinta akan tetapi disisi lain kita juga menghendakimu yang lebih, akibat dari rasa ketidakpuasan akhirnya kita sering membandingkan dan berharap sesuatu yang lebih. 

Sehingga yang didapatkan justru suatu kehampaan dan kegelisahan yang didapatkan. Fenomena ini berlaku bagi manusia manapun yang melabuhkan cintanya karena melulu pertimbangan materi, seperti kecantikan, ketampanan kekayaan, popularitas dan jabatan. 

Demikianlah uraian tentang filsafat cinta yang datang dari sudut pandang para filsuf terdahulu maupun terkemuka. Dimana cinta dipahami sebagai keindahan, sebagai jalan hidup, sebagai hasrat dan sebagainya. 



0 Response to "Filsafat Cinta dalam Pandangan Para Filsuf"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel