Demokrasi dalam Pandangan Nurcholish Madjid


Mengenal Nurcholish Madjid

Nurcholish Madjid lahir di Jombang pada tanggal 17 Maret 1939 M, yang kebetulan tanggal 26 Muharram 1358. Beliau merupakan seorang Aktivis, Dosen, Teolog, Cendikiawan Muslim dan Budayawan Indonesia. 

Nurcholish memulai pendidikannya di Sekolah Rakyat di Reho Sojong dan Madrasah Ibtidaiyah Darul 'Ulum Pondok Pesantren sebelum melanjutkan ke Pondok Pesantren Gunto di Jawa Timur. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Pondok Pesantren Gontor, Nurcholish melanjutkan bersekolah di Sekolah IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta, dan menyelesaikan studinya pada tahun 1968. Tahap yang menentukan dalam pendidikan Nurcholish Majid adalah di Universitas Chicago.

Sejak tahun 1986, bersama teman-temannya mereka mendirikan dan memimpin Yayasan Wakaf Paramadina yang menyelenggarakan kegiatan yang ditujukan untuk gerakan intelektual Islam di Indonesia. Selain itu, Ia pun pernah menjabat sebagai peneliti LIPI (1978 hingga sekarang) dan sebagai profesor tamu di McGill University di Montreal, Kanada, pada tahun 1991 hingga 1992. Eisenhower Fellowship, bersama istri, 1990.


Tentang Demokrasi

Definisi demokrasi secara harafiah adalah bahwa rakyat adalah penguasa negara. Demokrasi berasal dari kata Yunani “demos” yang berarti “rakyat” dan “krotos” yang berarti kekuasaan. Jika kita melihat sejarah, kata demokrasi sudah dikenal sejak abad ke 5 SM, ketika masih terdapat monarki dan kediktatoran di negara-negara kota Yunani kuno, tidak ada pemisahan kekuasaan, dan semua pejabat pada saat itu bertanggung jawab penuh kepada pemerintah. Majelis Rakyat, dan kemudian sistem pemerintahan pada waktu itu direformasi oleh Christinus pada tahun 508 SM.




Demokrasi identik dengan negara modern, dan banyak negara yang menerapkan proses demokrasi di negara demokrasi, karena, seperti dikatakan Bryce, masa depan negara demokrasi adalah milik demokrasi. Sebaliknya, monarki modern dipandang tidak kompatibel (unfit) karena penguasa selalu menjadi pencipta, sedangkan rakyat dalam monarki tidak pernah menjadi pembuat konsep.

Nah, di era sekarang istilah demokrasi kini diterima oleh semua negara atau pemerintahan di dunia, bahkan pemerintahan otoriter pun menggunakan istilah demokrasi untuk mendasari atau mencirikan rezim dan aspirasinya. Terlebih demokrasi merupakan jargon atau slogan wacana politik kontemporer. Dampaknya adalah menjamurnya istilah-istilah yang digunakan untuk memahami demokrasi, seperti demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi kerakyatan, demokrasi pancasila, demokrasi sosialis, dan sebagainya.


Demokrasi dalam Kepala Cak Nur

Nurcholish Majid menjelaskan demokrasi bukanlah suatu sistem sosial politik yang memiliki konsep tunggal, namun hampir semua negara yang menganut demokrasi mempunyai pemahaman dan cara pelaksanaannya masing-masingmasing-masing yang khas. 

Salah satu orang yang turut membahas fenomena demokrasi adalah cendekiawan muslim yang bernama Nurcholish Madjid, dimana ia merupakan seorang intelektual muslim yang mengutarakan pemikiran sistematisnya dalam menyikapi permasalahan sosial dan kemasyarakatan dengan tetap memegang teguh nilai-nilai Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Pemikirannya mencakup penafsiran ajaran Islam dalam konteks perubahan sosial dan modernitas.

Salah satu respons Nurcholish Madjid ketika menyikapi permasalahan sosial di masyarakat dan negara berkaitan dengan demokrasi ialah dengan berpendapat bahwa ideologi demokrasi diperlukan karena pada prinsipnya nilai-nilai demokrasi sejalan dengan semangat ajaran Islam. 

Ia juga meyakini jika kita membaca pada masa Al Khulafa' Al Rasyidun, maka dapat kita katakan bahwa ajaran Islam telah muncul atau menggambarkan suatu bentuk kehidupan politik modern yang di dalamnya terdapat partisipasi politik masyarakat secara luas dan sistem yang berbasis pada rekrutmen atau suksesi kepemimpinan berlandaskan pada bakat dan kecakapan seseorang. 

Dimana semua itu tanpa memandang keistimewaan (Prefiles) yang diperoleh melalui hubungan keluarga (keluarga). Terlebih Nurcholish mengatakan, masa Islam klasik melukiskan gambaran masyarakat yang adil, terbuka, dan demokratis sebagaimana digambarkan dalam konsep sosial dan politik modern.

Selain itu, Nurjolish Madjid berpendapat bahwa konsistensi dalam menganut ideologi demokrasi dapat dilihat pada pendapatanya sebagai berikut, menurut demokrasi merupakan suatu kategori yang dinamis, tidak statis, artinya kategori-kategori dinamis itu selalu berada dalam keadaan bergerak terus-menerus, baik negatif maupun positif. 

Dahulu dalam urusan kemasyarakatan adalah kategori nilai yang dinamis seperti itu. sebagai demokrasi dan berkeadilan. Dimana dinamisasi itu berarti perubahan dan pembangunan. Di sini demokrasi diartikan sebagai demokratisasi yang merupakan proses yang berkelanjutan. Jika masyarakat berhenti, maka masyarakat tidak lagi demokratis. 

Maka dari itu, menurut Nurcholish Madjid masyarakat harus bergerak ke arah yang lebih baik dan terus menjadi lebih baik. Dari sini maka kita tahu bahwa ukuran dari suatu masyarakat dapat dikatakan tidak demokratis, atau tidak menjalani proses demokratisasi jika tidak dinamia atau bergerak kearah yang lebih baik, sebaliknya jika suatu masyarakat mengalami proses demokratisasi yang berkelanjutan maka masyarakat tersebut dikatakan demokratis.

Kesimpulan 

Memang selama ini demokrasi dianggap sebagai model dan sistem terbaik untuk mencapai tatanan kehidupan bermasyarakat yang adil dan setara. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dari Barat hingga Timur, tuntutan terhadap tegaknya demokrasi terus menerus terjadi di seluruh penjuru dunia. Meskipun pada dasarnya, Demokrasi benar berakar pada tradisi Barat, namun bukan berarti demokrasi bertentangan dengan Islam. 

Di sinilah Nurcholish Madjid mengemukakan argumen rasionalnya tentang demokrasi. Meski berasal dari tradisi Barat, namun memiliki esensi serupa. Nurcholish Madjid berpendapat bahwa demokrasi melibatkan sekularisasi politik. Artinya terjadi pemisahan agama dan negara dalam menjalankan pemerintahan. Istilah ini biasanya tidak dipahami sebagai ideologi anti agama, meskipun tidak demikian, namun harus dipahami bahwa agama dan demokrasi berjalan beriringan dalam kehidupan setiap orang dan juga dalam kehidupan pemerintahan.

Selain itu menurut Nurcholish Madjid, Prinsip dasar demokrasi meliputi musyawarah, keadilan, kesetaraan dan pluralisme yang merupakan ajaran Islam. Artinya hakikat demokrasi adalah demokrasi selalu berpedoman pada Al-Quran dan Sunnah. Di luar itu, Nurcholish Majeed memperdebatkan antara demokrasi dan musyawarah. Ada perbedaan bahwa apa yang telah dikatakan dalam Al-Quran tidak lagi dibahas.

0 Response to "Demokrasi dalam Pandangan Nurcholish Madjid"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel