Pacaran dalam Pandangan Filsafat dan Islam


Selama beberapa minggu terakhir, fokus saya beralih dari pemikiran tentang ilahi ke fenomena pacaran. Ini adalah topik yang sangat sensitif untuk seseorang seusiaku. Jadi jangan tanya kenapa? 


Pacaran dalam Pandangan Filsafat

Menurut DeGenova & Rice (2005), pacaran didefinisikan sebagai suatu hubungan di mana dua orang bertemu dan terlibat dalam serangkaian aktivitas bersama untuk saling mengenal.

Berbicara tentang pacaran, banyak orang mengistilahkan dengan berkencan atau dua orang yang katanya hubungannya terbentuk karena adanya elemen cinta. Sebelum lebih jauh, jangan tanya saya tentang definisi cinta, karena ratusan pemikir dan ilmuwan telah mencoba mendefinisikan apa arti kata ini, namun tidak ada yang benar-benar bisa menjelaskannya.

Lanjut, pacaran adalah istilah untuk sebuah hubungan percintaan sebelum menikah,  banyak dari kita kadang tidak menyadari bahwa pandangan paling umum dan populer tentang pacaran selalu menyertakan unsur “menerima” sesuatu dan "memberi" sesuatu dan itu semua memiliki resiko baik maupun buruk. 

Misalnya, Kita suka coklat, artinya kita suka pengalaman mencicipi coklat di mulut kita. Dan dengan pola yang sama ketika kita mengatakan aku mencintaimu sebagai pacarnya maka itu memiliki potensi kita suka berhubungan "seks" denganmu. atau secara halus anda telah memiliki diri saya, sebaliknya diri anda adalah milik saya. Dan itu buruk dari berbagai sisi untuk kita atau anda yang menjalani hubungan tersebut. 

Selain itu, dari pola memberi dan menerima, tentunya sebuah konflik tidak pernah lepas dari kita ketika menjadi sepasang yang berpacaran. Ketika ada konflik, hubungan kita seolah-olah diberi garam, micin, dan bumbu-bumbu lainnya sehingga semakin terasa. Sebab jika tidak ada hasrat, tidak ada konflik, tidak ada api yang membakar dada yang kita sebut bahagia. 

Dibalik itu semua, kita tentu harus menyadari terlebih dahulu bahwa ketika kita mengatakan cinta, dan konflik yang terjadi bisa saja berbentuk hal negatif, semisalnya kecewa secara mental, mengalami kekerasan fisik, hingga berakhir pada pembunuhan. Maka dari itu, kita harus siap menghadapi situasi traumatis dan tidak terduga yang mengancam kita dengan perbedaan yang dihadirkan dari diri kita. 

Seperti yang dikatakan oleh filsuf Slavoj Žižek, yang mengatakan bahwa "perselisihan dalam hubungan adalah hal yang wajar, dan kita perlu bersiap menghadapi hal yang tidak terduga, tidak dapat diprediksi, yang mungkin mengubah semua yang telah kita bangun sampai sekarang.” 

Artinya dalam satu hubungan pacaran, mudah sekali untuk jatuh cinta pada orang yang memberi kita kedamaian, namun kenyataannya tidak seperti ini. Dimana realita menunjukkan bahwa mudah untuk jatuh cinta tapi dengan mudah semuapun dapat berakhir. 

Seorang pemikir Perancis bernama Jacques Lacan, dalam berbagai tulisannya, memandang fenomena ini sebagai penyimpangan polimorfik, atau keanehan yang beragam. Karena pada tingkat kecerdasan kita masing-masing, kita tahu apa resikonya jika kita gagal dalam hal yang tidak kita kenal. Sehingga banyak ada yang mengamini dan mengatakan bahwa kita sering mengartikan cinta pada tempat yang salah.

Melihat dinamika aneh tersebut, kita harus sependapat dengan Jacques Lacan ada benarnya, bahwa manusia adalah Makhluk yang Berlubang. Bukan lubang di tubuhnya, melainkan lubang di jiwanya yang perlu terus diisi. Isinya bisa bermacam-macam, mulai dari barang mewah, sahabat, pacar, hingga cinta.

Maka dapat dikatakan bahwa secara filosofis, dilihat sebagai hal seseorang, maka semua orang berhak menerjemahkan hidupnya berdasarkan asas kebebasan sebagai individu. Selanjutnya secara teknis dalam pandangan filosofis melihat hubungan pacaran itu memiliki potensi positif dan negatif. 

Hubungan pacaran yang positif juga dapat meningkatkan rasa percaya diri bahkan memperkuat sistem imun tubuh. Menjalin hubungan pacaran dengan seseorang yang saling memahami dan mendukung satu sama lain merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri. Sebaliknya hubungan negatif mengakibatkan kehancuran secara mental, psikis dan fisik. 

Jadi, emua tergantung individu-individu yang menjalaninya, sebab pada dasarnya manusia adalah mahkluk yang punya kekurangan seperti kata Lacan. 


Pacaran dalam Pandangan Islam

Sebagai akumulasi dari itu, kemudian dalam pandangan Islam, pacaran atau hubungan seperti ini haram dan tidak dianjurkan bagi para pemeluknya karena dianggap merugikan (haram) bagi keduanya sebagai makhluk Tuhan karena akan lebih merugikan dan mengutamakan pernikahan (halal) demi cinta. 

Sebab Islam melarang pacaran karena berbatasan dengan zina. Sebagaimana tercantum dalam ayat 32 Al-Qur'an, Isra.
(Jangan mendekati perzinahan dengan melakukan tindakan yang dapat menghasut atau mengarah pada perzinahan). Padahal, zina adalah perbuatan keji yang mendatangkan penyakit, membinasakan anak cucu, dan merupakan jalan yang jahat.

Selain itu, berpacaran, sebagaimana dipahami saat ini, meningkatkan risiko segala jenis perzinahan atau hubungan seksual di luar nikah. Pacaran bukanlah budaya agama Islam dan dilarang keras bagi setiap umat Islam. 

Maka pacaran dalam islam sangat dilarang karena berbalik arah dengan keyakinan dan ajaran Islam itu sendiri. 


Pacaran dalam Pandangan Dunia Kesehatan

Dari segi kesehatan, seks pranikah (premarital sex) juga mempunyai banyak dampak buruk, antara lain:

1. Infeksi PMS dan HIV
HIV adalah penyakit yang sangat berbahaya dan tidak dapat disembuhkan.

2. Merasa bersalah
Indonesia masih memegang teguh nilai-nilai agama dan adat istiadat ketimuran. Hal ini dapat memicu perasaan bersalah atau bersalah setelah melakukan hubungan seks pranikah, sehingga membuat Anda merasa cemas dan stres berat.

3. Hilangnya hasrat seksual
Menurut Hello Sehat, berhubungan seks sebelum menikah bisa menurunkan keintiman dan pacar dalam pernikahan.

4. Ketergantungan emosional dan seksual
Psikolog Universitas Gadjah Mada Profesor Koon Choro mengatakan, seks pranikah berpotensi memicu kekerasan saat berpacaran dan memicu perasaan cemburu berlebihan terhadap pasangan. Hal ini dapat menimbulkan pertengkaran yang berujung pada kekerasan selama kencan, termasuk kekerasan seksual.


Pacaran dalam Pandangan Hukum Indonesia

Selain itu, perbuatan yang berkaitan dengan hubungan seksual, seperti hubungan seksual di luar nikah (pacaran) juga diatur dan dapat dipidana karena perzinahan KUHP lama maupun KUHP baru yaitu UU 1/2023. Meskipun kedua ketentuan tersebut mempunyai ketentuan yang berbeda mengenai tindak pidana perzinahan.

Pasal 415 KUHP menyatakan: “Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau isterinya, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak kategori 2”.

Meskipun beragam larangan dan resiko diatas, Islam sendiri tidak alergi terhadap cinta. Dimana kita membaca literasi tasawuf Islam. Cinta adalah modal pencarian kehidupan spiritual sufi. 

Dimana menurut kalangan sufi, cinta disebut “mahabbah”. Dalam tasawuf, Mahabbah adalah sebuah maqam (bidang spiritual yang harus dilalui Salik). Setiap hamba mempunyai tujuan mencapai Mahabha. Oleh karena itu, Imam al-Ghazali menganggap Mahaba sebagai puncak ibadah.

Di tengah gejolak realitas cinta yang menyedihkan yang tampaknya tergelincir, saya mengajak kita untuk mempertimbangkan keseluruhan hubungan cinta yang tidak secara sehat yang intens ini. 

Dengan demikian, semua kembali kepada diri kita sendiri, yang bebas berilmu dan berani berekspresi tentang pacaran dan cinta, artinya kita siap mengambil resiko dan keberuntungan. Walahu Alam Bishawab

0 Response to "Pacaran dalam Pandangan Filsafat dan Islam"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel