5 Tipologi Pemilih Dalam Pemilihan Umum


Pemilihan umum tak ubahnya sebuah fenomena yang memiliki daya tarik kuat untuk menarik perhatian seluruh masyarakat Indonesia. Sebab ini adalah pesta hak rakyat Indonesia, dimana semua orang berhak memilih pemimpinnya lewat proses pemungutan suara. 

Di Indonesia sendiri pemilihan umum serentak akan dilaksanakan pada tahun 2024 mendatang,  artinya hingar bingar pencalonan, mencari pasangan dan membangun koalisi hingga perdebatan kelayakan kandidat telah dimulai. 

Nah, berkaitan dengan pemilihan umum maka tidak terlepas dengan yang namanya pemilih atau masyarakat yang memilih secara sadar dengan berdasarkan haknya dalam negara demokrasi. Tapi tahukah kita bahwa sebenarnya pemilih ini memiliki kategori atau tipe dengan kecenderungan memilih kandidat dengan berbeda-beda. 

Berikut adalah 5 tipologi pemilih di Indonesia, Pemilih Tradisional, Pemilih Emosional
Pemilih Transaksional, Pemilih Rasional, Pemilih Pemula. Mari kita dalami lebih jauh bagaimana 5 tipe diatas menentukan pilihannya. 

1. PEMILIH TRADISIONAL

Menurut Robert Rohrscheneider dalam The Strain of Representation (2002: 150), pemilih tradisional paling mudah dimobilisasi pada saat kampanye pemilu. Loyalitasnya sangat tinggi sehingga apapun yang dikatakan pemimpin akan selalu menjadi satu kata dan tidak akan pernah dianggap sebagai kesalahan atau kekeliruan. 

Pada tahap ini, pemilih seperti itu bisa menjadi sangat berbahaya karena mereka menjadi “tentara” yang bersedia melakukan apa pun yang diperintahkan pemimpinnya.

2. PEMILIH EMOSIONAL

Asmiati Malik, peneliti senior Asian Scenarios, mengatakan pemilih Indonesia kategori pertama adalah pemilih emosional. Menurut Asmiati, pemilih emosional adalah mereka yang mempunyai ikatan emosional yang sangat kuat dengan identitas yang telah membentuk dirinya sejak lahir. Identifikasi tersebut dapat berupa ideologi, agama, dan pemahaman budaya.

Secara garis besar pemilih jenis ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu pemilih aktif, pemilih pasif, dan pemilih rasional-emosional.
Pemilih yang aktif secara emosional mudah dikenali karena mudah marah dan cepat tanggap terhadap suatu permasalahan. Para pemilih ini merupakan kubu yang paling terpolarisasi pada pemilu 2019.

Sedangkan pemilih pasif adalah mereka yang tidak mengungkapkan emosinya secara eksplisit cenderung menggunakan modus komunikasi diam karena tidak mengutarakan pilihannya dan tidak ingin dihakimi oleh masyarakat atas pilihannya.

Sedangkan pemilih yang rasional-emosional cenderung diam ketika melihat isu agama, identitas, dan simbolisme diangkat karena mereka membutuhkan waktu untuk mengolah informasi dan isu tersebut. Namun dalam proses penerjemahan informasi tersebut, faktor emosi bawah sadar masih mendominasi, sehingga proses penerjemahan informasi terdistorsi oleh faktor-faktor yang secara tidak sadar membentuk pola pikirnya.

4. PEMILIH TRANSAKSIONAL

Pemilih transaksional adalah pemilih yang dapat melakukan pertukaran suara atau hak politik. Mengenai jual beli suara antara dua partai politik, pemilih dan calon. Oleh karena itu, pilihan insentif pembangunan sosial bersifat politis dan penuh dengan proses pertukaran dan transaksi layanan.

Perilaku pemilih yang transaksional bukanlah hal baru. Perilaku ini banyak ditemui dalam kasus pemilu. Misalnya, para kandidat membagikan sarung atau bahan lainnya dengan harapan bisa terpilih. Tradisi ini sudah berlangsung lama dan semakin menonjol akhir-akhir ini. Tak heran jika ada yang menggelontorkan dana sebesar 1 miliar rupiah untuk posisi kepala desa.

Namun yang terjadi belakangan ini, fenomena perilaku pemilih yang transaksional sungguh mengkhawatirkan. Menurut penelitian seorang teman, pada beberapa pemilu daerah tahun 2005, hanya sekitar 10% pemilih yang memutuskan atau mengubah pilihannya karena masalah besar. Belakangan ini, semakin banyak pemilih yang berhenti memilih karena materi.
 
4. PEMILIH RASIONAL

Pemilih rasional sendiri tergolong dalam tiga cluster (model), pemilih entry level, pemilih the next level dan pemilih advanced level

a. Pemilih entry level

Pemilh tipe ini cenderung untuk melihat pada gagasan. Dimana model ini sangat mudah terperangkap janji-janji palsu kampanye karena sering terpukau dengan gagasan para kandidat. 

Nah, pada dasarnya pemilih model ini memang terlihat rasional namun penilaiannya belum bisa dikatakan sempurna. 

b. Pemilih the next level

Pemilih ini adalah pemilih lanjutan dari pemilih entry level, namun selain tertarik dengan gagasan, pemilih tipe ini juga memahami kriteria-kriteria kepemimpinan.  Semisalnya kapabilitas yang terdiri dari intelektualitas, integritas dan kapasitas. selain itu mereka juga menelusuri track record pemikiran, kinerja dan karya-karyakarya-karya para kandidat sebelum mereka mencalonkan diri

c. Pemilih advanced level

Selain faktor gagasan dan kapabilitas beserta track record diatas, pemilih tipe Advanced level juga memiliki pengetahuan dan kemampuan menganalisis secara utuh feasability sebuah gagasan,  visi misi dan program para kandidat. 

Tipe pemilih seperti ini diakui sangat jarang karena membutuhkan knowledge yang sangat luas dan kuat untuk memahami berbagai masalah yang dihadapi negara sebagai pertimbangan untuk menentukan pilihan. 

5. PEMILIH PEMULA

Pemilih Pemula  merupakan bagian dari pemilih muda. Indonesia menyelenggarakan pemilu setiap lima tahun sekali, dan rentang usia bagi pemilih pemula adalah 17 hingga 21 tahun. 

Dimana Pemilih Pemula biasanya adalah mereka yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat dan mereka yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Artinya, pemilih pemula adalah pemilih yang memberikan suaranya (mencoblos) untuk pertama kalinya.

Menurut Laporan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang telah merampungkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 menyatakan jumlah pemilih pemula berjumlah dengan total 204.807.222 pemilih.

Kesimpulan
Nah, dari ketiganya dapat dilihat bahwa gagasan bukan Satu-satunya faktor yang membuat kita terpukau karena ada berbagai aspek-aspek lain harus di perhatikan dan pertimbangkan. Terutama problem integritas para kandidat sebab sudah terlalu banyak kita saksikan banyak orang pintar bergagasan bersilat lidah namun eksekusinya banyak mengecewakan kita sebagai rakyat. 

Fenomena ini terjadi karena masalah integritas yang di miliki para kandidat sangat rendah, memiliki masalah hukum, hutang budi yang terlalu besar kepada orang belakang layar, (oligarki), terkungkung wibawa orang-orang dibelakangnya. Sebab komitmen kejujuran, konsistensi adalah faktor integritas yang berperan penting ketika mengeluarkan keputusan, pengambilan kebijakan tanpa integritas akan mudah di dikte. 

Sebaliknya mereka "kandidat" yang memiliki. Integritas berani bersikap,  tidak abu-abu yang tercermin darinya ialah, Apa keluar dari mulut, itu yang dilakukan. Pandai berargumen tapi argumentasinya dapat dipercayai

0 Response to "5 Tipologi Pemilih Dalam Pemilihan Umum"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel