Menyelidiki Pemikiran Filsafat Politik Thomas Hobbes


Biografi Filsuf Thomas Hobbes

Thomas Hobbes dikenali sebagai seorang 
Filsuf yang beraliran empirisme yang Lahir 5 April 1588, di Malmesbury, Wiltshire, Inggris, dan meninggal 4 Desember 1679, di Derbyshire, Inggris. Konsep Thomas Hobbes yang paling terkenal adalah konsep manusia dari perspektif materialisme empiris, serta pandangan hubungan antara manusia dan sistem negara.

Dasar pemikiran Thomas Hobbes adalah empirisme. Jadi, menurut Hobbes, filsafat adalah ilmu yang berkaitan dengan pengaruh atau akibat dari fakta-fakta yang diamati, karena segala sesuatu yang ada ditentukan oleh sebab-sebab tertentu yang mematuhi hukum-hukum ilmu eksakta dan ilmu alam. Baginya, yang nyata adalah apa yang dapat diamati oleh indra manusia, terlepas dari skala manusia.

Pengalaman indera adalah awal dari semua pengetahuan, karena kebenaran hanya dapat dicapai dengan apa yang dapat disentuh oleh indera. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengetahuan rasional tidak lain adalah campuran dari data indrawi.

Sepanjang hidupnya, Thomas Hobbes tidak hanya dipuji sebagai filsuf empirisme, tetapi juga sebagai pengikut materialisme dan pelopor filsafat independen. Materialisme, seperti yang digunakan oleh Hobbes, adalah semua benda material dan berpendapat bahwa semua peristiwa adalah gerakan yang terjadi secara kompulsif. Dari sudut pandang ini, manusia dipandang sebagai bagian dari alam material di sekitarnya.

Berpikir tentang independensi filsafat, Thomas Hobbes percaya bahwa filsafat telah lama disusupi oleh banyak ide-ide keagamaan, dan bahkan di zaman Renaisans, banyak orang kesulitan membedakan filsafat dari teologi. Hobbes menekankan bahwa filsafat tidak melibatkan ajaran teologis. Karena objek filsafat adalah objek gerak eksternal.


Filsafat Politik

Pemikiran Politiknya yang paling terkenal adalah membahas tentang Konflik Sosial dalam pemerintahan, Teori Kontrak Sosial antara rakyat dan penguasa, dan Negara Ideal berikut penjelasan singkat lewat pendapat dan pemikiran yang dikembangkannya. 

Pendapat Hobbes tentang 
Konflik Sosial 

Konflik sosial, Hobbes percaya bahwa konflik sosial adalah fenomena yang tak terhindarkan dan melekat dalam kehidupan. Bahkan dikatakan bahwa peradaban tidak akan muncul tanpa konflik sosial.

Hobbes juga percaya bahwa ketika manusia sudah memiliki kemauan untuk memerintah, maka akan terjadi titik kritis, dan manusia akan merasa cemas. Konflik yang muncul dalam kehidupan manusia terjadi karena adanya ketidakpuasan terhadap kekuasaan yang ada.

Padahal, sejak zaman dahulu, telah terjadi konflik di berbagai periode. Jadi, menurut Hobbes, konflik sosial muncul karena individu terus memiliki keinginan selama berkuasa. Hal seperti itu dapat memanifestasikan dirinya dalam dua cara, ketika seorang raja dan masalahnya tidak pernah puas karena dia ingin memerintah.

Teori Kontrak Sosial 
Thomas Hobbes

Di Leviathan, Hobbes berpendapat bahwa sifat manusia adalah kecenderungan untuk menjadi agresif, berjuang, dan karena itu harus diatur oleh aturan kehidupan sosial.

Hobbes percaya bahwa untuk mencegah perilaku ini berlanjut, orang meletakkan hak individu di bawah kekuasaan raja atau majelis yang berkuasa atau yang memerintah, dimana mereka inilah yang nantinya akan menjamin keamanan dan kesejahteraan mereka. 

Maka berangkat dari itu, Hobbes membahas teori kontrak sosial dalam bukunya yang berjudul Leviathan (1651). Dimana kontrak sosial adalah sebuah perjanjian antara rakyat dengan para pemimpinnya, atau antara manusia-manusia yang tergabung di dalam suatu komunitas.

Faktor-faktor diatas inilah yang mendahului pembentukan negara, dan Hobbes memulai dengan asumsi bahwa pada awalnya ada kekacauan, yang disebutnya keadaan alam. Ia melihat bahwa semua manusia didorong oleh keinginan untuk mencapai satu tujuan (telos), yaitu mencari kebahagiaannya sendiri. Maka negara selalu dibutuhkan.

Konsep Negara Ideal
Thomas Hobbes

Apa yang dimaksud Hobbes dengan keadaan ideal tidak jelas. Bagi Hobbes, semua bentuk negara adalah baik selama kekuasaan negara tidak terbagi. Kekuasaannya harus mutlak. Sejauh menyangkut Inggris, dia setuju bahwa Parlemen memerintah tetapi pada saat yang sama Raja tidak dapat memerintah dan sebaliknya.

Hobbes percaya bahwa jika tidak ada negara, maka umat manusia akan punah, dan berdirinya negara adalah untuk menjamin kelangsungan hidup umat manusia. Namun, penguasa politik (negara bagian) memiliki kekuasaan absolut saat diciptakan. Kekuasaan mutlak negara adalah agar manusia dapat hidup tenteram, tertib, dan damai.

Dalam hal ini, Hobbes menyamakan negara dengan raksasa (Leviathan), sangat kuat dan menakutkan, dilegitimasi oleh kemampuannya yang mengancam. Dalam teknik nasional Thomas Hobbes, dia menggunakan pemahamannya tentang perjanjian nasional.

Dalam analisis terakhir, keadaan ideal dalam pikiran Hobbes dapat dikatakan ambigu. Baginya semua bentuk negara adalah baik, selama kekuasaan negara tidak terbagi, atau kekuasaan itu harus mutlak. Seperti yang terjadi di Inggris, dia setuju bahwa Parlemen Inggris harus memerintah, tetapi pada saat yang sama Raja dapat memerintah sebaliknya atau tidak.

Sebab dalam pandangan Hobbes, konsep kedaulatan mengandung makna “kemahakuasaan” dari kedaulatan. Dalam hal ini, mayoritas masyarakat akan tunduk pada kehendak negara berdaulat yang bersangkutan.

Demikian kumpulan pemikiran dan teori dari seorang Thomas Hobbes, semoga dapat menjadi referensi bagi siapapun yang membutuhkannya. Terima kasih

0 Response to "Menyelidiki Pemikiran Filsafat Politik Thomas Hobbes"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel