Mengenal Para Filsuf Peripatetik Islam
Secara tidak langsung, dalam menangkap objek tidak menggunakan inferensi secara langsung, melainkan simbol, berupa kata-kata atau tanda lainnya. Penekanan pada rasio membuatnya tidak mengutamakan peran intuisi. Dari perspektif ontologi, filsafat Peripatetik percaya bahwa dunia memiliki dua unsur, materi dan bentuk.
Berangkat dari itu, Filsafat Peripatetik di Dunia Islam atau disebut dalam bahasa Arab masya'i atau masya'iyin, yang berarti orang yang berpindah-pindah atau melangkah kan kaki ke satu tempat ke tempat yang lain.
Seperti dikatakan sebelumnya bahwa Filsafat Peripatetik ini tidak hanya di barat, tapi juga hadir di dunia Islam sebagai bentuk sintesa antara ajaran Islam dan Aristotelesnisme serta Platonisme dengan bersandar pada Wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul-nya.
Nah, Adapun orang-orang yang sangat menonjol mencari keberadaannya dibalik sintesis ini ialah sebagai berikut.
1. Avicenna atau Ibn Sina (980-1037 M)
Nama lengkapnya adalah Abu Ali al-Husain Ibn Abdillah Ibn Hasan Ibn Ali Ibn Sina, atau dikenal sebagai filosof Islam terbesar (Syek Al Rais). Ibn Sina lahir di Afsyanah dekat Bukhora, Persia pada tahun 370 H/980 M. Ayahnya berasal dari kota Balakh dan beremigrasi ke Bukhara,
Seperti Al Farabi dan pendahulunya yang lain yakni Al Kindi, Ibnu Sina sangat dipengaruhi oleh pemikiran Aristoteles, meskipun teori Emanasi-nya diwarnai dengan Neoplatonisme. Sebab menggabungkan unsur-unsur filosofi Aristoteles dan Plato.
Sebagai salah satu filsuf yang memasukkan pemikiran Yunani kedalam dunia berpikir Islam, Dengan jeniusnya, Ibnu Sina mampu menerjemahkan ide-idenya menjadi karya-karya filosofis. Ia pun berhasil menyelami dirinya menjadi salah satu pemikir berbakat yang berkelana di bidang filsafat.
Dapat dikatakan bahwa filsafat Peripatetik atau masysya'i mencapai puncaknya pada masa Ibnu Sina atau filosof Muslim yang paling berpengaruh sebagai tokoh intelektual, filosof dan fisikawan terkenal pada abad pertengahan.
Ibnu Sina mengarang lebih dari 200 karya, di antaranya karya abadinya adalah Kitab al-Syifa, sebuah ensiklopedia filsafat dan ilmu perjalanan. Ia juga menulis al-qanun fi al-thibb, karya paling terkenal dalam sejarah kedokteran.
2. Al-Farabi (870-950 M)
Nama lengkapnya adalah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Auzalagh. Gelar Al-Farabi yang diambil dari nama kota asalnya Farab, tempat ia dilahirkan pada tahun 257 H/870 M.
Al-Farabi mempelajari semua ilmu yang dipelajari al-Kindi. Tidak mengherankan jika pandangan filosofisnya tidak jauh dari pandangannya sendiri, karena ia belajar dan mengenal filsafat dari tulisan-tulisan Kindy, baik terjemahan dan komentar Kindy tentang filsafat Yunani, maupun pemikiran Kindy sendiri.
Farabi dikenal sebagai Second Teacher setelah Aristoteles. Farabi adalah filsuf pertama yang mengkonseptualisasikan filsafat Islam menjadi lebih runut. Al-Farabi berusaha selama hidupnya untuk mendamaikan ide-ide Plato dan Aristoteles. Maka dari itu, Al Farabi dikenal sebagai seorang ahli logika terkenal yang mengulas semua tulisan Aristoteles. dan Al-Farabi adalah salah satu penggagas wisata studi filsafat Islam.
Dan dalam kesusastraan Arab, ia belajar dengan ilmuwan Bagdad Abu Bakar al-Saraj, yang kemudian juga belajar dengan al-Farabi di bidang logika. Para sarjana setuju untuk memberi Farabi peringkat tertinggi, terutama sebagai ahli logika dan pembicara terkenal untuk Plato dan Aristoteles pada masanya, karena usahanya yang tak kenal lelah untuk meningkatkan kajian logika, memperluas dan menyempurnakan aspek-aspek yang lebih kompleks yang diabaikan oleh al-Kindi, di mana al-Kindi memang berada di bidang logika (manthiq) dan tidak lemah, sering penelitian logis ala kadarnya.
3. Al Kindi (801-873 M)
Abu Yusuf Yaqub Ibn Ishaq ibn al-Shabah Ibn Imran Ibn Ismail Ibn Muhammad Ibn al-Asy'ats Ibn Qeis al-Kindi atau lebih dikenal dengan Al Kindi adalah filosof muslim pertama yang berasal dari Arab, makanya ia sering disebut filosof of Arab.
Al-Kindi adalah orang pertama yang membuka jalan bagi para filosof Yunani untuk mengadaptasi prinsip-prinsip ajaran Islam (ortodoksi), sementara kemudian para filosof Arab atau Islam boleh dibilang hanya meneruskan apa yang telah dilakukan oleh al-Kindi. Jalan pertama yang dibuka oleh Jindi merupakan titik tolak lahirnya filsafat Islam.
Al-Kindi sangat tertarik membahas hubungan antara agama dan filsafat. Dan berpandangan bahwa filsafat adalah ilmu kebenaran atau pengetahuan yang paling mulia dan bermartabat. Agama adalah ilmu kebenaran. Keduanya memiliki perbedaan dalam sifat Tuhan. Al-Kindi juga dikreditkan dengan menciptakan istilah filsafat Arab.
Salah satu pencapaian besar Al-Kindi adalah menjadikan bahasa Arab sebagai mode ekspresi filosofis. Fi al-falasafah al-'ula dan pelopor pembuatan kamus filsafat Arab dan bapak filsafat Islam.
Al Kindi sendiri dianggap sebagai filosof Islam terkemuka yang mengikuti jejak Aristoteles, atau berhadapan dengan Aristoteles dalam mengembangkan terminologi Peripatetiknya, Namun kebanyakan orang beranggapan bahwa pemikiran Alkindi lebih dekat dengan pemikiran Plato.
Meskipun Al-Kindi tidak setuju dengan gagasan Plato bahwa jiwa berasal dari alam pikiran, argumennya untuk memilih jiwa dari tubuh, bahwa jiwa mendominasi tubuh, lebih dekat dengan pikiran Plato daripada argumen Aristoteles.
Karena Aristoteles mengatakan jiwa itu baru dan berubah karena merupakan bentuk tubuh atau materi. Bentuknya tidak bisa dibiarkan. Dengan tidak adanya materi, keduanya membentuk kesatuan indria, dan penghancuran tubuh sebanding dengan penghancuran jiwa. Sedangkan Plato mengatakan bahwa kesatuan jiwa dan tubuh bersifat kebetulan dan sementara. Penghancuran tubuh tidak mengakibatkan hilangnya jiwa.
Mengenai proses memperoleh pengetahuan melalui penginderaan, Al Kindi menganggap penginderaan sebagai tindakan pemisahan bentuk penginderaan dari objek penginderaan melalui indera.
Bersamaan dengan nalar, nalar membebaskan bentuk objek generik.
Dalam proses berpikir, nalar menjadi sinonim dengan objeknya.
Dalam risalahnya tentang akal, al Kindi mengembangkan pandangan Aristoteles tentang akal, yang menurutnya memiliki sifat yang sama dengan pandangan Plato. Jadi, menurut Madjid Fakhry, perbedaan antara al-Kindi dan Aristoteles terletak pada pengenalannya pada akal.
Menurut sisa al-Kindi, realitas didasarkan pada pengetahuan manusia yang berbeda. Yang pertama adalah saluran pengalaman indrawi, yang terkait erat dengan saluran persepsi manusia terhadap objek, dan lahir secara sederhana dan langsung melalui indera manusia.
Yang kedua adalah pengalaman saluran rasional, yaitu kognisi intuitif yang menarik kesimpulan logis dan tak terelakkan dari objek kognitif awal.
Objek kognitif ini bersifat universal, immaterial, dan tidak pernah membentuk representasi dan citra indrawi, karena baik persepsi maupun imajinasi berkaitan erat dengan hal-hal yang spesifik.
0 Response to "Mengenal Para Filsuf Peripatetik Islam "
Post a Comment